Minggu, 24 September 2017

Lembah Ramma, Lembah Menawan di Kaki Gunung Bawakaraeng

Akhirnya kembali lagi nulis di blog ini heheh setelah cukup lama gak lama nambah tulisan yang ada. Untung belum banyak sarang laba-laba nih blog. 

Di hari Minggu yang cukup cerah ini, setelah sabtu  kemarin dari siang hingga malam hujan cukup deras, Doa Jomblo-Jomblo kali ini terkabul hahah.
Lembah Ramma
Sudah pernah dengar nama Lembah Ramma?iya Lembah Ramma, Selain Danau Tanralili, di Kaki Gunung Bawakaraeng juga menyimpan tempat lain yang tidak kalah menawan dengan Danau Tanralili. Lembah Ramma menyajikan pemandangan hijaunya rerumputan dengan suasana pegunungan yang sejuk, gak kalah deh dengan yang ada di Luar Negeri sana.

Awal tau tempat ini sih dari tahun lalu ketika saya melakukan pendakian Gunung Bawakaraeng. Rekan seperjalanan saya mengatakan bahwa di Kaki Gunung Bawakaraeng terdapat suatu lembah cantik nan menawan. Gunung Bawakaraeng dan Lembah Ramma memang tak terpisahkan, Puncaknya menawan lembahnya juga menawan.

Lembah Ramma secara administratif terletak di Kabupaten Gowa. Kabupaten yang lokasinya bersebelahan dengan Kota Makassar. Untuk menuju Lembah Ramma, rute yang dilalui tidak begitu sulit. Dari Makassar, kita harus menuju desa terakhir yang bernama Desa Lembanna. Desa ini merupakan desa yang sama dengan rute pendakian munuju Puncak Gunung Bawakaraeng. Desa Lembanna terletak di Kecamatan Tinggi Moncong, Malino kurang lebih 80 KM dari Kota Makassar. 
Perjalanan saya dan teman-teman saya menuju Lembah Ramma pada bulan Agustus  2017 kemarin. Setelah tiba di Lembah Ramma, kami pun memulai pendakian. Oh iya, di Lembanna tidak ada basecamp sehingga kita memarkirkan kendaraan di rumah-rumah warga. Perjalanan awal kami melewati perkebunan sayur milik warga. Rute yang sama untuk menuju Puncak Bawakaraeng hingga Pos 1. Pos 1 ini merupakan persimpangan antara menuju puncak Bawakaraeng dan Lembah Ramma. Jika menuju puncak bawakaraeng kita mengambil jalur kiri dan untuk menuju Lembah Ramma kita harus mengambil jalur kanan. 
Rute Pendakian Gunung Bawakaraeng
Jalur awal yang kami lewati
Pos 1, percabangan antara puncak dan lembah ramma
Dari pos 1 ini jalur yang dilalui masih relatif landai hingga kita menemui sebuah danau kecil yang saya tak mengetahu nama danau tersebut. Setelah melewati danau, kita akan mulai memasuki hutan lumut yang cukup lembab. “Tidak Selamanya Menuju Lembah Itu Jalan Menurun”, itulah suatu yang saya dapat ungkapkan. Setelah melewati hutan lumut, perjalanan semakin cukup berat, jalan datar, mendaki kemudian menurun kembali dan menyebrangi sungai hingga beberapa kali (kalau tidak salah hingga 7 kali). Cukup menguras tenaga, akan tetapi dibawa santai aja sambil menikmati sejuknya udara. Satu lagi jika kita berjalan, kita harus berhati-hati karena banyak sekali kotoran sapi di sepanjang jalan, karena jalur ini merupakan memang dilewati sapi-sapi juga. 
Danau Kecil yang kami lewati
Setelah kurang lebih tiga jam berjalan dengan melewati jalan naik turun, kami pun tiba di Puncak Talung. Puncak Talung merupakan sebuah bukit yang berada di atas Lembah Ramma. Dari Puncak Talung ini kita sudah dapat melihat keindahan Lembah Ramma dengan catatan tidak tertutup kabut. Dari Puncak Talung ini juga kita dapat melihat Danau Tanralili dari kejauhan. Terkadang beberapa pendaki juga bermalam di Puncak Talung ini akan tetapi di lokasi ini tidak terdapat sumber air.
Pemandangan dari Puncak Talung, saat berkabut (saat baru tiba di Puncak Talung) dan saat tidak tertutup kabut (saat kembali pulang)
Setelah berisitirahat cukup lama di Puncak Talung, kami pun melanjutkan perjalanan kembali menuju Lembah Ramma. Perjalanan kali ini kami menuruni bukit dengan jalur yang cukup terjal. Langsung membayangkan, turunnya saja begini terjalnya bagaimana besok ketika kembali pulang dengan jalur yang terjal begini. Dari Puncak Talung hingga Lembah Ramma menempuh waktu kurang lebih satu jam. 
Turun yang cukup terjal
Ketika sore tiba di Lembah Ramma
Akhirnya kami pun tiba di Lembah Ramma.  Pemandangan padang rumput nan hijau dengan aliran sungai yang indah pun tersaji di depan kami. Air sungai yang begitu jernih langsung kami minum untuk menghilangkan dahaga yang melanda. Beristirahat sejenak, kami pun segera mendirikan tenda karena waktu sudah semakin sore. 
Ketika malam di Lembah Ramma, udara cukup dingin dan angin yang begitu kencang. Bintang-bintang terlihat begitu jelas. Sesuatu yang jarang kami lihat jika di kota yang penuh polusi. Pagi hari begitu indah dengan suasana yang begitu sejuk. Dari kejauhan banyak sapi-sapi sedang sarapan pagi dengan memakan rumput di Lembah Ramma.

Sabtu, 17 Juni 2017

Wisata Sulawesi Selatan : Fort Rotterdam

Jalan-Jalan Ke Makassar rasanya kurang jika tak berkunjung ke Fort Rotterdam. Fort Rotterdam  atau sering dikenal dengan Benteng Rotterdam menyimpan sejarah pada masa lampau. Jadi selain kita jalan-jalan, kita juga dapat mempelajari  tentang sejarah Makassar.
Fort  Rotterdam terletak tidak jauh dari Pantai Losari, jaraknya kurang lebih hanya 1 KM atau tepatnya di Jalan Ujung Pandang. Fort Rotterdam dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-IX yaitu Imanrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung. Pada Zaman Dahulu, Orang Makassar menyebut Benteng ini sebagai Benteng Payyua atau Benteng Penyu.

Bentuk bangunan ini jika dilihat dari ketinggian berbentuk seperti penyu yang akan masuk ke pantai oleh karena itu Benteng ini dahulu disebut Benteng Penyu. Benteng ini dahulu merupakan markas pasukan katak Kerajaan Gowa. Pada perjanjian Bungaya, Kerajaan Gowa diwajibkan menyerahkan benteng ini kepada Belanda. Pada saat Belanda menguasai benteng ini, Nama Benteng ini diubah menjadi Fort Rotterdam.

Dinding-dinding Fort Rotterdam masih berdiri kokoh hingga saat ini. Dinding yang menjulang tinggi hingga mencapai kurang lebih 5 meter dengan pintu masuk utama berupa lorong. Jika kita berkunjung ke Fort Rotterdam ini di pintu masuk kita harus mengisi buku tamu yang sudah disediakan oleh pengelola.

Setelah masuk kawasan benteng, kita akan disambut dengan hijaunya rerumputan, taman yang asri dan suasana yang sangat hening. Di tengah taman terdapat Bangunan tua yang bentuknya sangat unik.

Salah satu tempat yang menjadi lokasi favorit yaitu Museum La Galigo. Museum ini menyimpan benda-benda bersejarah. Benda bersejarah tersbeut seperti peralatan hidup, naskah sejarah, keramik dan benda lain yang digunakan oleh Suku Bugis, Makassar, Toraja dan Makassar. Selain Museum La Lagaligo, kita juga dapat mengunjungi ruang tahanan Pangeran Diponegoro saat dibuang oleh Belanda sejak tertangkap di Jawa. 
Fort Rotterdam dibuka setiap hari mulai pukul 08.00-18.00 atau jika sedang ada event dibuka hingga malam hari. Jika ingin masuk, harga tiket masuk hanya sekedar sumbangan sukarela. Di Fort Rotterdam sering diadakan event-event pertunjukan musik, seni dan lainnya.